TIMIKA, Penapapua.com
Pertama kali dalam sejarah 2000 tahun Gereja Katolik, seorang warga Amerika Serikat terpilih menjadi Paus.
Kardinal Robert Prevost, misionaris berpengalaman yang selama bertahun-tahun melayani di Peru dan memimpin kantor penting Vatikan urusan para uskup, secara resmi diumumkan sebagai Paus Leo XIV.
Asap putih membubung dari cerobong Kapel Sistina pada pukul 18:07 waktu setempat, menjadi penanda para kardinal telah mencapai konsensus dalam konklaf tertutup untuk memilih pemimpin baru Gereja Katolik.
Mengutip AP News, Robert Prevost kini berusia 69 tahun. Ia adalah misionaris Amerika yang dikenal atas dedikasinya dalam pelayanan pastoral di Peru.
Ia juga menjabat sebagai prefek Dikasteri untuk Para Uskup, lembaga penting yang bertanggung jawab atas penunjukan uskup-uskup di seluruh dunia.
Pemilihannya menandai perubahan besar dan tonggak sejarah dalam hierarki Katolik, mengingat belum pernah sebelumnya seorang paus berasal dari Amerika Serikat.
Sebanyak 135 kardinal yang memenuhi syarat mengikuti proses pemungutan suara rahasia dalam konklaf yang digelar tertutup tanpa kontak dengan dunia luar.
Hasil suara tidak pernah diumumkan secara publik, tetapi paling tidak dibutuhkan dua pertiga suara untuk memilih paus, yang berarti Prevost mengantongi minimal 90 suara.
Sebelum tampil ke publik, Paus baru mengenakan pakaian kepausan di “Ruangan Air Mata”, ruang pribadi di balik Kapel Sistina yang kerap menyentuh secara emosional para Paus terpilih karena beratnya tanggung jawab yang akan diemban.
Ribuan umat Katolik dari berbagai negara bersorak kegirangan dan meneriakkan “Viva il Papa!” saat Paus Leo XIV muncul di balkon Basilika Santo Petrus.
Empat balkon di sampingnya dipenuhi para kardinal pemilih yang turut menyaksikan momen bersejarah itu, sebagian dari mereka tampak tersenyum bangga dan lega.
Kisah Uskup Robert dan Harapan dari Umat Katolik Papua
Satu hal menarik yang patut diberi apresiasi dan ditiru dari kisah perjalanan Uskup Agung emeritus Robert Prevost,OSA adalah bahwa Paus Fransiskus tidak mengangakat ‘orang/imam asing’ bagi sebuah keuskupan baru.
Dia mengangkat seorang uskup yang lahir dari konteks iman, gereja dan pastoral setempat. Dan hal ini hemat saya sangat tepat dan bermanfaat sejauh imam-imam di Gereja lokal tersebut memenuhi kriteria yang sudah diketahui umum.
Misalnya Prefek Robert Prevost,OSA telah bekerja di Peru selama hampir 20 tahun, termasuk delapan tahun terakhir sebagai uskup Chiclayo di wilayah barat laut negara Peru. Jadi, sebelum pencalonannya sebagai uskup, Uskup Robert Prevost,OSA telah tinggal dan melakukan pelayanan pastoral di Peru selama sekitar 12 tahun (1985-1986) dan (1988-1999).
Semoga Prefek Kongregasi ini juga dengan peka dan jeli dan jelas mendengarkan suara-suara kerinduan dan mengamati kebutuhan umat katolik di Papua akan uskup-uskup di Tanah Papua yang lahir dari rahim mama-mama dan bumi Papua sekaligus rahim atau dapur pendidikan seminari dan pastoral-gerejawi Papua.
Imam-imam yang lahir dari baik rahim biologis-kultural maupun rahim spritual-iman di Papua sejatinya membuka diri akan karya Roh Kudus dan menguatkan dasar intelektual, spiritual dan pastoral agar ‘nampak’ di permukaan bagi perwakilan Tahta Suci. Semoga dia juga tajam dan lurus dalam mengambil keputusan demi kemajuan dan keselamatan jiwa-jiwa di Papua dan di wilayah lain di dunia ini. Doa kami untukmu, dalam tugas dan pelayananmu. (Redaksi)