Kabupaten Dogiyai Juara Festival Budaya Pelajar Papua Tengah 2025

banner 468x60

NABIRE, Penapapua.com

Festival Budaya Pelajar Papua Tengah 2025 yang digelar sejak 3 September di Lapangan Bandara Lama Nabire resmi ditutup pada Sabtu (6/9/2025) sore.

banner 336x280

Penutupan berlangsung meriah dengan pengumuman pemenang lomba, penyerahan hadiah, serta penampilan sendratari Kabupaten Dogiyai yang dinobatkan sebagai juara umum.

Dalam surat keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Papua Tengah, Dogiyai memperoleh nilai tertinggi, 844,5.

Posisi kedua ditempati Kabupaten Paniai dengan nilai 809,85, disusul Intan Jaya di peringkat ketiga dengan 804,25. Adapun Kabupaten Puncak Jaya ditetapkan sebagai juara favorit dengan nilai 751,5.

Selain itu, panitia juga mengumumkan kategori khusus: Kabupaten Nabire meraih penghargaan stan terbersih, penari personal terbaik berasal dari Mimika, sementara stan UMKM terbaik diberikan kepada Stan Gafatan.

Adapun hadiahnya juara I mendapat Rp50 juta, juara II Rp40 juta, juara III Rp30 juta, dan juara favorit Rp20 juta. Panitia juga memberikan hadiah Rp5 juta bagi penari personal favorit, serta uang pembinaan Rp1,5 juta per anak untuk seluruh peserta.

Penghargaan tambahan juga diberikan kepada penari Avatar (Rp5 juta), penari dari SLB Petra Siriwini (Rp10 juta), serta dua penyanyi pelajar pengisi acara (masing-masing Rp1 juta).

Gubernur Papua Tengah: “Jangan lupa identitas Papua”

Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa, dalam sambutannya menekankan pentingnya melestarikan budaya dan menjaga identitas di tengah arus modernisasi.

“Kita akhir-akhir ini dengan era modernisasi ini, kita mulai kehilangan budaya kita. Kita mulai kehilangan ciri khas, kita mulai kehilangan sebagai orang Papua,” ujarnya.

Ia menyinggung fenomena generasi muda Papua yang bangga menggunakan bahasa daerah dari luar Papua, tetapi melupakan bahasa ibunya.

“Anak-anak kita sekarang merasa bangga kalau dia bisa bahasa Jawa. Tapi dia rugi, dia kehilangan bahasa aslinya di atas tanah ini. Bicara di TikTok, bicara di YouTube, bahasa Sunda, bahasa Jawa. Tapi dia lupa identitas dia, kulit hitam, rambut keriting, orang tanah Papua, orang Melanesia,” kata Meki Nawipa.

Ia mengingatkan bahwa identitas tersebut tidak boleh hilang. “Bahwa dia apapun ceritanya, langit mau terbelah, dunia mau kiamat, dia tetap Papua. Ini yang perlu kita pertahankan di atas tanah ini,” tegasnya.

Dalam kesempatan itu, Gubernur juga menyampaikan terima kasih kepada para peserta yang telah berjuang datang ke Nabire meski menghadapi berbagai hambatan, termasuk longsor, hujan, dan konflik di sejumlah daerah.

“Enough is enough. Move on. Kita harus maju terus ke depan,” kata Nawipa, seraya menekankan pentingnya persatuan orang Papua tanpa membedakan asal-usul pesisir, gunung, maupun pulau.

Perjalanan berat Dogiyai menuju juara umum

Bagi Kabupaten Dogiyai, capaian juara umum festival tahun ini menjadi buah dari perjuangan berat. Pendamping tim, Sely Tekege, menuturkan proses latihan mereka berlangsung sangat singkat dan penuh tantangan.

“Pertama kami pikir pesertanya SMP. Padahal SMA. Jadi latihan full memang hanya satu minggu. Jumlah anak-anak 20, pendamping 5 orang,” ujarnya.

Perjalanan menuju Nabire pun tidak mudah. Tim Dogiyai sempat tertahan karena longsor saat hendak berangkat.

“Pas kami turun, hari yang kami mau turun sebenarnya hari Sabtu. Tapi kami tabrakan dengan longsor yang kemarin terjadi. Jadi kami tunda sampai hari Senin pas tanggal 1 September 2025,” kata Sely.

Rombongan bahkan harus melewati titik longsor di Kilo 139. “Puji Tuhan waktu itu bisa estafet. Jadi kami menyeberang. Dari sebelah kami dapat mobil lagi. Turun sampai di sini sekitar pukul 9 malam,” tuturnya.

Tim hanya memiliki satu hari untuk mempersiapkan penampilan di Nabire. Meski tanpa latihan besar di lokasi, mereka berhasil menampilkan tarian adat Oneehai Mogeehai, sebuah prosesi pernikahan adat Suku Mee di wilayah Mapia. Ia mengaku kemenangan ini membuat perjuangan mereka terbayar lunas.

“Sebagai pendamping, benar sekali, maksudnya perjuangan kami tidak sia-sia. Meskipun situasi juga dalam konflik yang sering muncul ini. Tapi kami tetap komitmen… sampai terakhir kan kami bisa dapat juara ini memang rasa haru, bangga, pokoknya semua ada di dalam,” katanya penuh emosional.

Harapan ke depan

Sebagai pemenang, Dogiyai akan melanjutkan penampilannya di Yogyakarta. Meski belum diputuskan apakah akan membawakan tarian yang sama, tim berjanji akan mempersiapkan diri lebih matang.

Sementara itu, Gubernur Papua Tengah menutup sambutannya dengan menekankan pentingnya pendidikan sebagai kunci pembangunan daerah.

“Sekolah baik, kau akan perbaiki keluargamu. Sekolah baik, kesejahteraan menjamin ke depan. Sekolah baik, kehidupan ini akan ke depan dengan baik,” tegasnya.

Festival Budaya Papua Tengah 2025 pun berakhir dengan pesan moral yang kuat: menjaga jati diri, bersatu sebagai orang Melanesia, serta menyiapkan generasi muda Papua Tengah agar mampu berdiri tegak di atas budayanya sendiri. (Redaksi)

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *