Lestarikan Tradisi Daerah, Gubernur Papua Tengah Buka Festival Budaya Pelajar 2025

banner 468x60

NABIRE, Penapapua.com

Rintik hujan yang turun sore itu tak menyurutkan langkah ribuan warga yang telah memenuhi Lapangan Bandara Lama Nabire, Rabu (3/9/2025).

banner 336x280

Perpaduan budaya dalam bingkai tari-tarian menyatu dengan irama musik tradisional yang menggema. Festival Budaya Pelajar Papua Tengah 2025 resmi dimulai.

Panggung terbuka menjadi pusat perhatian ketika Sanggar Avatar tampil dengan tarian pembuka. Koreografi yang memadukan gerak tradisional dan modern membuat penonton terpukau. Riuh tepuk tangan pun pecah, mengiringi energi para penari yang tak terhalang hujan.

Tak lama berselang, giliran perwakilan Kabupaten Mimika mengambil alih. Mereka membawakan tarian perdamaian—sebuah karya yang merepresentasikan dua suku besar, pesisir dan pegunungan. Terinspirasi dari konflik yang kerap menghantui Papua Tengah, tarian itu menyampaikan pesan: harmoni bisa ditemukan di tengah perbedaan.

IMG 20250903 WA0063 scaled

Ajang Kreasi, Ruang Persatuan

Ketua Panitia Festival, Thomas Zonggonau, menegaskan bahwa kegiatan ini lebih dari sekadar kompetisi.

“Kegiatan Festival Budaya Pelajar Provinsi Papua Tengah tahun 2025 yang diselenggarakan sebagai bagian dari program kerja Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua Tengah dalam rangka pengembangan potensi, bakat, dan kreativitas siswa, sekaligus sebagai upaya pelestarian nilai-nilai budaya dan tradisi daerah,” ujarnya dalam laporan pembukaan.

Mengusung tema “Satu Hati dalam Bunyi Tifa”, festival yang berlangsung 3–6 September 2025 ini diikuti 200 pelajar dari delapan kabupaten: Nabire, Dogiyai, Deiyai, Paniai, Intan Jaya, Puncak, Puncak Jaya, dan Mimika.

Dua cabang lomba digelar, yakni sendratari dan kriya tradisional, lengkap dengan hadiah uang tunai, penghargaan juara umum, hingga apresiasi bagi peserta favorit, dan uang pembinaan kepada seluruh peserta yang hadir.

Tak lupa, Thomas menyampaikan apresiasi kepada Gubernur Papua Tengah, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, sponsor, guru, peserta, serta dewan juri.

“Kehadiran dan semangat saudara-saudara semua menjadi jiwa dan warna dalam kegiatan ini,” katanya.

Identitas dan Kebanggaan

Sorotan utama sore itu adalah sambutan Gubernur Papua Tengah, Meki Nawipa. Di bawah mendung langit yang sesekali merintikan hujan, ia berdiri tegak di hadapan ribuan hadirin, menyampaikan pesan penuh kebanggaan.

“Hari ini, yang ada di belakang gunung, yang ada di pesisir, kita sudah kumpul di sini membuktikan bahwa kita orang Papua ada di sini untuk menyelenggarakan Festival Budaya Pelajar dan Pameran Kriya Provinsi Papua Tengah tahun 2025,” ucap Nawipa.

Ia menekankan pentingnya festival ini sebagai ruang menjaga identitas. “Generasi muda kini lebih sering bersentuhan dengan budaya digital global ketimbang budaya leluhur sendiri. Jika tidak kita jaga dengan bijak, ada risiko warisan leluhur ini akan terkikis, bahkan terlupakan,” katanya.

Menurut Nawipa, tifa bukan sekadar alat musik, melainkan simbol persatuan. “Setiap dentuman tifa adalah ajakan untuk bergerak bersama, menari bersama, dan membangun masa depan Papua Tengah bersama,” tuturnya.

Pesan untuk Generasi Muda

Sesi sambutan berubah emosional ketika Nawipa berbicara langsung kepada para pelajar. Ia mengingatkan agar generasi Papua tidak minder dengan identitas mereka.

“Jangan pernah merasa minder menjadi orang Papua, justru tunjukkanlah pada dunia bahwa anak Papua Tengah bisa maju tanpa kehilangan akar budayanya,” pesannya.

Ia juga mengisahkan pengalamannya di luar negeri, membandingkan budaya Papua dengan fenomena global.

“Untuk kepada anak-anak, orang Barat saja datang mau pakai koteka, karena dia sudah kehilangan budaya. Kita punya koteka, kita punya warisan, kita punya cawat, kita punya budaya yang sangat kaya raya ini,” katanya, disambut tepuk tangan meriah.

Tak lupa, Nawipa menutup dengan ajakan penuh keyakinan: “Mari kita sama-sama melestarikan dan bangga akan budaya ini dan bangga menjadi orang Papua. Waktu baik, waktu tidak baik kita lahir di tempat ini. Waktu tidak baik orang lain akan pergi, tapi kita tetap ada di sini.”

Lebih dari Sekadar Festival

Festival Budaya Pelajar Papua Tengah 2025 bukan hanya pesta tari dan kriya. Ia adalah wadah pertemuan, ruang ekspresi, sekaligus simbol persatuan.

Dari Nioga hingga Kwatisore, dari pedalaman hingga pesisir, semua berkumpul dalam dentuman tifa yang sama.

Rintik hujan yang sempat turun sore itu seolah menjadi bagian dari pertunjukan, menegaskan bahwa semangat budaya Papua Tengah tidak mudah luntur.

Dengan resmi dibukanya festival oleh Gubernur Nawipa, Lapangan Bandara Lama Nabire kini menjadi panggung besar yang menghidupkan identitas.

Di antara sorak penonton, tawa pelajar, dan gemuruh tifa, satu pesan bergema jelas: Papua Tengah berdiri tegak dengan budaya, persatuan, dan masa depan yang penuh harapan. (Redaksi)

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

banner 400x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *