TIMIKA, Penapapua.com
Guna memperkuat layanan kesehatan Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Mimika menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas Kesehatan yang dilaksanakan di Ruang Serba Guna DPRK Mimika, pada Rabu (17/9/2025).
RDP tersebut dipimpin langsung Ketua Komisi III, Herman Gafur SE didampingi Wakil Ketua Komisi, Adolf Omaleng, Sekretaris Komisi, Herman Tangke Pare, ST, dan anggota Komisi yaitu Rampeani Rachamn, S.Pd, dan Yan Pieterson Laly,ST.
Turut hadir Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, Reynold Ubra, RSUD Mimika, Rumah Sakit Waa Banti serta Kepala Puskesmas se-Kabupaten Mimika.
Ketua Komisi III, Herman Gafur mengatakan, tujuan dilaksanakannya RDP tersebut adalah untuk menyatukan presepsi tingkat pelayanan kesehatan yang ada di Kabupaten Mimika.
Ada beberapa permasalahan yang menjadi sorotan dalam rapat ini, seperti kurangnya dokter ahli, peningkatan tipe RSUD dari C ke B, serta pemberdayaan anak-anak Papua di bidang kesehatan.
Diakuinya, rapat perdana lintas sektoral yang melibatkan berbagai pimpinan sarana kesehatan menjadi komitmen bahwa masalah kesehatan adalah tanggung jawab bersama. Sehingga kedepannya tidak ada lagi lempar tanggung jawab.
Poin-poin pembahasan hari ini akan direkomendasikan di tahun 2026 dan mendorong adanya intervensi anggaran yang cukup untuk Dinas Kesehatan.
“Kita libatkan semuanya, supaya jangan adalagi lempar tanggung jawab. Oleh karena itu, kita berharap bahwa pelayanan kesehatan di Kabupaten Mimika ini sudah harus maksimal tidak ada lagi alasan kekurangan ini itu,” jelasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mimika, Reynold Ubra mengapresiasi undangan dari Komisi III DPRK.
Menurutnya, RDP ini menjadi kesempatan baik untuk menerima masukan perbaikan layanan dan aspirasi-aspirasi masyarakat melalui komisi III.
Dirinya juga menanggapi komisi III yang menyoroti penanganan penyakit jantung, kanker, gagal ginjal yang dinilai masih minim sehingga harus dirujuk ke luar daerah.
Reynold mengatakan, penyakit tersebut ditangani di rumah sakit yang level atau tipe lebih tinggi. Ia pun menjelaskan transformasi kesehatan saat ini berorientasi pada kepuasan pasien.
“Namun ada persoalan yang mungkin secara adminstratif ini sudah memenuhi syarat, tetapi ternyata kita ditantang lebih karena ada persolan yang lebih besar dibanding standar kesehatan dan kami harus beradaptasi untuk itu, itulah makna dari transformasi kesehatan hari ini,” terang Reynold.
Reynold pun menegaskan, layanan setiap sarana tidak boleh berdiri sendiri melainkan menjadi satu sistem pelayanan kesehatan.
Permasalahan ini sedang diupayakan dengan berjejaring dengan klinik dan dokter praktik mandiri, sehingga ketika masyarakat sakit, bisa mengakses layanan kesehatan di faskes manapun dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Kami mencoba menyusun skenario ini dengan melibatkan semua pemilik Faskes guna membantu Dinas Kesehatan mendesain sistem pelayanan kesehatan tanpa dibatasi sekat-sekat. Yang mana pada Intinya orang sakit harus dilayani,” tandasnya. (Redaksi)