Soroti Patung Bundaran Petrosea, Dolfin Beanal: Harus Menonjolkan Dua Suku Besar di Mimika

  • Bagikan
IMG 20250701 WA0130

Timika, Penapapua.com

Anggota DPRK Mimika sekaligus Ketua Komisi 2 yang membidangi UMKM, Dolfin Beanal, menekankan komitmennya mendorong aspirasi masyarakat terkait beberapa isu krusial. Beanal menyoroti empat poin utama yang menjadi perhatian konstituennya, termasuk pengangguran dan pelestarian budaya.

“Sudah beberapa poin yang lalu masyarakat sampaikan, termasuk soal pengangguran. Dan beberapa poin yang sudah saya dorong, itu salah satunya terkait Patung di Bundaran Petrosea,” jelas Beanal.

Ia menjelaskan keberatan masyarakat terhadap patung tersebut.

“Kita ingin Mimika memliki Icon dengan Patung yang berada di Bundaran Petrosea menonjolkan dua suku Besar. Kita minta diganti dengan patung yang menggunakan pakaian adat Amungme yang sangat identik, begitu juga dengan suku besar Kamoro,” jelas Beanal, menekankan pentingnya representasi budaya asli yang akurat.

Selain isu patung, Beanal juga menyoroti perubahan nama geografis.

“Kita usul lagi nama-nama gunung, nama-nama tempat. Kita simpulkan, nama gunung salah satunya, Puncak Cartenz merupakan nama dari orang luar. Sedangkan kan itu biasa disebut Puncak Nemangkawi. Itu yang perlu kita kembalikan roh Aslinya,” ujarnya.

Di bidang ekonomi lokal dan UMKM, Beanal mendorong pemberdayaan petani Mimika dan mama Papua.

” kita minta untuk berhenti impor komoditas dari luar harus dipending, karena di Mimika ini punya banyak petani lokal yang bisa menanam seperti pisang, sayur mayur, dan lain-lain yang tidak perlu dibawa dari luar,” ucapnya

Ia mengkritik praktik impor yang merugikan petani lokal.

“Kita lihat ada beberapa oknum yang mengirimkan pisang dari luar, itu seharusnya tidak boleh dibawa lagi. Sehingga kita minta pemerintah daerah (pemda) untuk vendor lokal yang juga harus anak ptibumi, yang bisa mengakomodir para UMKM ini untuk mengambil langkah menggunakan komoditas yang ada di Kabupaten Mimika, khususnya untuk UMKM yang menjual komoditi seperti pisang atau sayur-sayuran,”ungkapnya

Terkait kehidupan sosial dan penghormatan terhadap nilai masyarakat, Beanal menyampaikan usulan konkret.

“kemudian kita dorong juga agar setiap hari Minggu, mungkin setiap toko harus tutup dan mulai beraktivitas di atas jam 12.00, jam 13.00 atau jam 14.00. Sehingga di bawah jam 13.00 tidak boleh beraktivitas, untuk menghargai masyarakat dalam beragama,” ujarnya

Dorongan ini, menurut Beanal, adalah respons atas keluhan masyarakat yang masif.

“Ini kita perlu dorong karena banyak sekali masyarakat yang memberikan masukan atau memberikan keluhan terhadap hal ini. Bukan beberapa, tapi banyak sekali. Sehingga ini perlu diperhatikan serius,” tandanya

Keempat poin yang didorong Dolfin Beanal penggantian patung yang representatif, penggunaan nama lokal, pemberdayaan produk lokal petani Mimika, dan penghormatan hari Minggu – mencerminkan upaya menanggapi aspirasi masyarakat secara langsung demi kemajuan dan kearifan lokal Kabupaten Mimika. (Redaksi)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *