Lemasko Pimpinan Gerry Okuare Tolak Lakukan Musdat

banner 468x60

TIMIKA, Penapapua.com
Ketua Lembaga Masyarakat Adat Suku Kamoro (Lemasko), Gregorius Okoare menolak dengan tegas dilakukannya Musyawarah Adat (Musdat).

Sebab berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), Musdat hanya dapat dilakukan setiap lima tahun setelah masa kepengurusan berakhir. Atau Musdat bisa dilakukan jika ada kejadian luar biasa.

banner 336x280

“Saya tidak tahu ada kepentingan apa MRP tiba-tiba mengarahkan Lemasko dan Lemasa untuk melakukan Musdat. Lemasko adalah lembaga sah secara negara dan sudah diakui oleh Kemenkumham. Yang mana Lemasko sudah ada sejak Tahun 1996. Jangan sampai ada kepentingan kepentingan tertentu, akhirnya mengadudomba antar masyarakat,” terang Gerry saat menggelar konferensi pers yang dihadiri sejumlah anggota Lemasko lainnya di Hotel dan Resto 66, Senin (17/3/2025).

Gerry mengakui, ini terkesan mendesak, sehingga pihaknya mengindikasi ada upaya intervensi dan kepentingan tertentu.

Menurutnya, munculnya persoalan ini dikarenakan sebelumnya ada undangan yang  berisi tentang sosialisasi sehingga pihaknya hadir untuk memenuhi undangan.

“Seharusnya saat sosialisasi, MRP memberikan pemahaman bahwa sebuah lembaga diakui ketika memiliki keabsahan secara AD/ART nya.
Tapi ini tidak justru minta kita untuk Musdat. Itu tidak bisa itu melanggar. Kalau mengikuti aturan Musdat Lemasko akan dilaksanakan pada tahun 2027 mendatang. Jadi MRP tidak boleh melakukan intervensi. Sebaiknya Tim Formator  dibubarkan saja,” tegasnya.

Menanggapi adanya dualisme, Gerry mengakui memang ada versi yang berbeda-beda. Lemasko Timika Papua dibentuk sekelompok yang mungkin jumlahnya hanya sekitar 70-80 orang. Jadi tidak mengakomodir masyarakat yang ada di semua wilayah adat.

“Sedangkan Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) dibawah pimpinan saya itu dipilih melalui Musdat yang diikuti oleh  perwakilan dari 82 kampung dan 14 distrik. Saya rasa masyarakat dipesisir hanya tahu LEMASKO  yaitu Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro,” tegasnya.

Ketua Aliansi Pemuda Kamoro, Rafael Takaoreyau menegaskan, tidak ada tugas dan tanggung jawab MRP untuk mengatur dan mengurus rumah tangga lembaga adat di wilayah wilayah tertentu.

Justru MRP itu keterwakilan mereka yang ada di dalam sebagai lembaga adat. Lembaga adat mengutus orang untuk masuk ke MRP.

“Apabila mereka melakukan rencana untuk lembaga masyarakat hukum adat yang sesuai dengan pernyataan mereka sebagai payung lembaga adat, itu terbalik. Lembaga adat adalah lembaga yang mengakomudir seluruh masyarakat dan aturan-aturan adat di dalam kehidupan berbudaya. Sedangkan lembaga hukum adat dia spesifik hanya mengatur soal aturan-aturan adat. Tidak semua masyarakat adat adalah masyarakat hukum adat. Itu jelas,” tegasnya.

Lembaga adat diakui masyarakat adat dan memang lembaga untuk masyrakat secara menyeluruh. Bukan lembaga hukum masyarakat adat. Jadi jangan diputarbalikkan fakta yang seolah-olah mengkerdilkan masyrakat adat yang ada di Kabupaten Mimika.

“Dengan tegas kami sampaikan bahwa tidak lagi ada Musdat dan Tim Formator dibubarkan. Kita ikuti prosedur yang ada,” jelasnya.

Ditambahkannya juga, lembaga ini diakui pemerintah dan PTFI secara administratif. Sedangkan yang lain-lain muncul karena adanya kepentingan besi tua. Sehingga ini perlu diluruskan. Dan yang terpenting MRP itu adalah titipan lembaga adat untuk membantu pemerintah.

“Jadi tidak bisa mengintervensi lembaga adat karena tidak ada aturan atau tupoksi kalau MRP itu mengatur lembaga adat di seluruh Papua,” terangnya.

DPA Lemasko, Yohanis Mamiri mengatakan, kehadiran pemerintah dan lembaga adat itu berdiri sejajar. Pemerintah dalam hal ini MRP tidak bisa intervensi rumah tangga lembaga adat.

“Jika ada persoalan di dalam rumah tangga dalam hal ini Lemasko itu akan diselesaikan secara adat oleh kami,” ujarnya.

Sebenarnya, pertemuan kemarin adalah awal yang dilakukan oleh MRP dengan agenda sosialisasi tetapi konteks sosialisasi ini tidak mengacu pada sosialisasi tersebut tetapi langsung masuk pada konteks pembentukan tim formatur dan melakukan pemilihan Musdat pengurus baru dengan nama Lembaga Masyarakat Hukum Adat.

“Kami harap MRP ini jangan buat kami pecah belah sampai terjadi konflik. Jadi kami tetap mengacu kepada AD/ART dan Musdat akan dilakukan setelah masa jabatan yang saat ini dipimpin oleh pak Gerry Okoare yang akan berakhir di Tahun 2027 sesuai dengan SK Kemenkumham,” tegasnya.

Dirinya berharap, tokoh-tokoh intelektual Kamoro yang mendukung itu bersabar saja karena masa pengurus ini tinggal beberapa tahun lagi berakhir.

DAK Lemasko, Dikson Bonai menambahkan, Lemasko pimpinan Gerry Okuware saat ini adalah yang sah.

Langkah yang dibuat MRP adalah langkah yang sangat menyesatkan. Karena penyelesaian sebuah masalah itu harusnya ada pemberitahuan melalui tahapan-tahapan. 
Bukan iming-iming sosialisasi datang kemudian diintimidasi harus melakukan Musdat, ini ada apa.

“Kita datang ke acara sosialisasi dan kemudian berubah menjadi rencana membuat Musdat lalu menentukan tim formatur dan hari ini kami mendapatkan surat bahwa dana bantuan dari PTFI ke Lemasko dibekukan. Ini tidak masuk akal. Siapa oknum-oknum di belakang MRP yang ingin dipercepatnya Musdat. Salah melangkah maka akan menimbulkan gejolak di antara masyarakat itu sendiri. Kita tentunya tidak menginginkan hal itu,” ucapnya.

Sedangkan DPA Lemasko, Thomas Too mengaku untuk saat ini pihaknya tidak bisa mengambil keputusan.

“Karena Lemasko milik masyarakat adat yang terdiri dari 82 kampung dan 14 distrik di wilayah Mimika,” pungkasnya. (Redaksi)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *